Inflasi Jelang Idul Fitri Nomor Enam di Sumatera, Leonardy Apresiasi Kekompakan TPID Sumbar

Foto suasana diskusi terbatas tentang inflasi pra dan pasca Idul Fitri di Sumatera Barat antara Anggota DPD RI H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., MH dengan dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Sumatera Barat

Padang | SuaraGerakan – Inflasi di Sumatera Barat bulan April tercatat sebesar 0,66 persen (mtm), menurun dibanding bulan sebelumnya yang tercatat 0,77 persen (mtm). Namun secara tahunan mengalami peningkatan, pada April 2022 mencapai 3,93 persen (yoy).

Sementara pada Maret 2022 tercatat sebesar 3,24 persen (yoy). Hal itu diungkapkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Barat, Wahyu Purnama A dalam diskusi terbatas tentang Inflasi Pra dan Pasca Idul Fitri di Sumatera Barat bersama Anggota DPD RI H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP, MH dengan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Sumatera Barat, Rabu 11 Mei 2022.

Baca Juga : Berisi Ulama Muda Dengan Berjibun Gelar Dari Berbagai Profesi, Berikut Kepengurusan PB-KAMI PPNY

Wahyu menyebutkan, “Meningkatnya angka inflasi jelang lebaran tahun 2022 ini dikarenakan meningkatnya permintaan seiring membaiknya perekonomian.”

Menurutnya, terjadi peningkatan indeks kepercayaan konsumen di triwulan I 2022 sebesar 115,83. Mobilitas masyarakat di tahun 2022 juga mengalami kenaikan. Lalu terjadi peningkatan harga gula pasir jelang lebaran, kenaikan tarif PPN mulai April 2022, fluktuasi harga emas dan fluktuasi nilai rupiah.

Baca Juga : Berganti Nama, Ini Visi Besar PB KAMI PPNY

Selain itu, dari Desember hingga April terjadi peningkatan inflasi akibat naiknya harga minyak goreng. Bahkan perang Rusia Ukraina turut memicu kenaikan harga karena keduanya produktif dalam pemenuhan kebutuhan dunia. Gandum dan bahan pembuat uang kita dari Ukraina. Sementara Rusia pengekspor minyak, dimana terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak dunia.

Malah, menurut Wahyu, kedatangan pemudik yang diperkirakan 1,8 juta orang itu turut meningkatkan permintaan berbagai barang kebutuhan. Selain itu, inflasi juga dipicu oleh peningkatan tarif oleh pemerintah.

Baca Juga : Hadiri Silatnas PB KAMI PPNY, Syekh Kerajaan Nan Shaliah Nasihati Bupati

Terjadi kenaikan harga LPG non subsidi pada 25 Desember 2021, peningkatan tarif angkutan udara dan moda trasportasi lainnya, kenaikan harga BBM non subsidi pada 3 Maret 2022 setelah sebelumnya telah dinaikkan pada 12 Februari 2022.

Wahyu menilai kehadiran Toko Tani Indonesia Center (TTIC) sangat membantu dalam pengendalian inflasi. Mobil-mobil milik TTIC bergerak mendrop barang kebutuhan masyarakat untuk stabilitas harga.

Baca Juga : Jemaah Haji Sumbar Bersiap Manasik, Berikut List Namanya

Pihak BI Telah menyarankan untuk menduplikasinya di kabupaten kota. Namun berbagai kendala muncul, sehingga baru TTIC di By Pass Padang ini yang ada untuk melayani daerah yang kekurangan pasokan terutama Padang dan Bukittinggi, dua kota penyumbang angka inflasi di Sumbar.

Namun Wahyu mengungkapkan belum bisa merilis data inflasi pasca idul fitri. “Namun seperti biasa, inflasi pasca lebaran pasti turun. Karena permintaan bahan pokok dan lainnya juga turun,” kata Wahyu.

Baca Juga : Zeki Aliwardana Pimpin Alumni STIT-SB Pariaman

Pada Diskusi Terbatas itu, Wahyu meminta Leonardy untuk menyuarakan tingginyanya HET minyak goreng. “kenapa saat CPO diekspor HET naik karena terjadi kelangkaan, namun setelah ekspor distop seharusnya persediaan minyak goreng dalam negeri melimpah, HET tetap tinggi”, ungkapnya.

Kepala Bulog Sumbar, Tommy Despalingga menyebutkan bahwa pihaknya selalu memberikan dukungan sesuai kemampuan dan kewenangan Bulog. Sebelum lebaran, katanya, Bulog fokus pada pemantauan harga beras dan tidak ada kenaikan signifikan. Stok aman hingga 3 bulan ke depan.

Baca Juga : Siap-siap ! Kemenag Butuh 192.008 PPPK Formasi Guru

Adapun untuk minyak goreng, Bulog bergerak setelah ada penugasan. Bulog melakukan penjualan minyak goreng curah langsung ke masyarakat dengan harga Rp 14.000,-.

Tommy juga memberitahukan Bulog kini juga bakal diberi penugasan untuk BLT Minyak goreng. Masyarakat yang berhak menerimanya nanti akan diberikan masing-masing 2 liter minyak goreng kemasan sederhana.

Baca Juga : Kemenag Luncurkan Program Beasiswa 5000 Doktor

Terkait minyak goreng, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumbar yang diwakili oleh Ridonald memberitahukan, tentang fokus mereka terhadap permasalahan minyak goreng. Pada bulan Ramadhan dan jelang Idul Fitri, stok sudah cukup. Namun harga masih bervariasi.

Dikatakan Ridonald, kebutuhan minyak goreng Sumbar sebanyak 70 persen dipasok oleh PT Incasi Raya. Sisanya dipasok oleh Wilmar, PT Musi Mas dan lainnya.

Baca Juga : Masyarakat Butuh Modal Usaha dan Biaya Pendidikan dari BAZNAS, Begini Persyaratannya

“Kami memantau alur distribusi dari produsen ke distributor. Hingga distributor tingkat kedua tidak masalah. Namun distributor tingkat selanjutnya dan pedagang terjadi sedikit kendala. Meski pedagang diberikan spanduk/stiker yang berisikan harga minyak goreng curah sesuai Permendag Nomor 11 Tahun 2022 adalah sebesar Rp 14.500,- per liter atau Rp 15.500,- per kilogram, ada juga pedagang yang menjual antara Rp 16.000,- hingga Rp 18.000,-,” ungkapnya.

Aplikasi SIMIRAH (sistem informasi minyak curah) yang dibuat untuk memantau kebutuhan minyak goreng, ternyata masih banyak pedagang yang kesulitan mengaksesnya.

Baca Juga : Mulai Hari Ini Siaran TV Warga Sumbar akan Hilang, Begini Solusinya.

Ridonal meminta dukungan DPD RI untuk menyikapi adanya dana subsidi transportasi untuk daerah kepulauan. Sewaktu dia pertemuan dengan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, didapat informasi, subsidi diberikan ke daerah timur. Untuk Mentawai katanya ditampung dulu. “Kalau ini bisa didapat, maka terbantu distribusi bahan pokok untuk ke Mentawai,” ujarnya.

Kepala Dinas Pangan Sumatera Barat, Ir. Efendi menyebutkan tingkat inflasi Sumbar yang hampir empat persen cukup berat. Namun dia optimis dengan koordinasi yang telah terbina sejak 2016, pengendalian inflasi bisa dilakukan. Apalagi Sumbar telah beberapa kali menjadi yang terbaik dalam pengendalian inflasi.

Baca Juga : Sosialisasi Empat Pilar, Leonardy : Tingkatkan Kepekaan Terhadap Isu Perpecahan

Dikatakannya tidak ada kenaikan harga yang luar biasa. “Agam yang pernah kekurangan pasokan minyak goreng, langsung kami pasok,” ungkapnya.

Namun, diakuinya sempat khawatir dengan harga daging jelang lebaran. Namun kekhawatiran harga daging di atas Rp 150.000,- tidak terjadi dan kenaikannya tidak sampai meresahkan masyarakat.

Baca Juga : Tambah 518 Lagi Ex-NII Kembali Ke NKRI, Ansor Sumbar : Nilai Minang Ajarkan Cinta NKRI dan Demokratis

Dia pun menceritakan tentang kehadiran TTIC. Dimana pada tahun 2017 Sumbar mengalami kelangkaan bawang putih. Harganya mencapai Rp 90.000,- saat kelangkaan itu, Sumbar menjual bawang putihnya ke daerah lain karena bawang putih produksi Sumbar yang kecil-kecil kurang disukai oleh konsumen di sini.

Setelah rapat dengan Gubernur ketika itu, digagaslah keberadaan lembaga TTIC. Dimana saat itu, berhasil didapatkan bawang putih dari Jawa seharga Rp 40.000,- Pedagang banting harga menjadi Rp 35.000,-. TTIC pun menjual bawang putihnya seharga Rp32.000.

Baca Juga : Kecamatan Lubuk Alung Dalam Pemilu dan Pilkada

“Artinya dengan TTIC ini, konsumen tidak dirugikan dan petani dapat selisih harga yang lebih baik. Lewat TTIC ini kita ingin mengajak pedagang menjadi santun bukan seenaknya menaikkan harga,” tegasnya.

Dia juga menginformasikan bahwa TTIC juga menginformasikan harga lewat media sosial yang dipunyai TTIC. Begitu mendapat laporan harga-harga kebutuhan pokok dari 40 orang pemantau di pasar-pasar.

Baca Juga : BAZNAS Padang Pariaman Salurkan 2,5 Milyar Zakat Selama Ramadhan 1443 H

Berdasarkan acuan tersebut, ditetapkanlah harga TTIC dan diumumkan lewat media sosial. Masyarakat dapat melihatnya dan menjadikannya acuan dalam berbelanja barang kebutuhan pokok.

Gusri Rufita yang mewakili Kepala Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumbar mengakui ada kenaikan harga tanaman perkebunan dan holtikultura.

Baca Juga : Siap-siap ! Kemenag Butuh 192.008 PPPK Formasi Guru

Kenaikan ini dirasakan oleh petani dan pedagang di momen idul fitri. Bahkan menurut pantauan pihaknya, harga bawang merah yang pada 26 April 2022 masih Rp 38.000,- per kilogram naik menjadi Rp 46.000,- per kilogram. Dan mulai turun pada 6 Mei 2022.

Cabe merah besar, kata perempuan yang dipanggil Fifi ini, mengalami kenaikan pada tanggal 26 April 2022 dari harga Rp 28.000,- menjadi Rp 38.000,- dan naik lagi menjadi Rp 48.000,- pada 29 April 2022.

Baca Juga : Ansor Sumbar Ancam Penyebar Berita Hoax ‘Menag Batalkan Haji’ Untuk Ditangkap

Cabe merah keriting dari harga Rp 25.000,- naik menjadi Rp 32.000,- pada 26 April 2022 dan naik lagi menjadi Rp 35.000,- pada 29 April 2022. Baru turun lagi pada 6 Mei 2022 ke harga Rp 28.000,-.

“Ada dua komoditas yang tidak dipantau tapi mengalami kenaikan seperti buncis dan petai. Jengkol yang biasanya Rp 30.000,- per kilogram, naik menjadi Rp 35.000,- pada 26 April 2022 dan naik lagi menjadi Rp 45.000,- pada 6 Mei 2022,” ujarnya sambil mengatakan harga komoditas holtikultura naik sedikit dan masih aman hingga 8 hari pasca lebaran.

Baca Juga : Sikapak Barat Kembangkan Sapi Terintegrasi, Leonardy : Olah Kulit Kelapa Untuk Makanan Tambahan

Terkait, penyuluh pertanian, saat ini penyuluh pertanian di Sumbar ada 1.822 orang. Penyuluh ini harus melayani 18.342 kelompok tani. Tentu mereka kesulitan. Lagi pula induknya tidak ada lagi di pusat. Sehingga pelatihan untuk peningkatan kemampuan sumberdaya manusia penyuluh tidak ada lagi.

Mereka pun sekarang tidak punya kendaraan operasional untuk berkunjung kelompok-kelompok tani tadi. “Kami mohon dukungan dari lembaga DPD RI untuk mendesak agar keberadaan penyuluh ini difungsikan lagi,” ungkapnya.

Baca Juga : Cabut Bai’at 300 Jaringan Teroris NII, Ansor Sumbar : Mereka Memang Ada, Tidak Usah Mengelak

Menanggapi pemaparan Kepala Bank Indonesia Perwakilan Sumatera Barat dan TPID Sumbar, Anggota DPD RI H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., M.H, mengapresiasi koordinasi dan kekompakan yang telah diperlihatkan oleh TPID Sumbar.

Menarik apa yang telah dilakukan tim pengendali inflasi di bawah koordinasi kepala daerah. “Angka inflasi 3,93 persen ini cukup tinggi. Apalagi berada di atas inflasi nasional. Namun berada pada posisi enam di Sumatera, ini merupakan pencapaian yang baik. Rahasianya ada pada koordinasi yang terbina baik antara Pemerintah Daerah, Bank Indonesia badan dan lembaga terkait lainnya di dalam TPID dan juga adanya Toko Tani. Sangat bagus,” ungkap Leonardy.

Baca Juga : Kecamatan Sungai Geringging Dalam Pemilu dan Pilkada

Leonardy menyebutkan bahwa keberadaan TTIC yang hanya mempunyai 9 mobil untuk melayani daerah-daerah yang mengalami lonjakan harga komoditas. Artinya, permintaan pasar terpenuhi semua karena koordinasi tadi. Efektifitasnya terjawab juga dengan cara TTIC menggandeng media untuk menginformasikan harga pasar.

“Saya dengar harga-harga komoditas hari ini dibacakan oleh Penyiar Radio Padang FM. Setiap jam 11 ada Kaba Pasa sehingga saya jadi tahu harga komoditas di pasar pada hari itu,” ujarnya.

Baca Juga : BAZNAS Padang Pariaman Salurkan 2,5 Milyar Zakat Selama Ramadhan 1443 H

Dikatakan Leonardy, kunjungan yang dilakukannya ke Bank Indonesia Perwakilan Sumatera Barat dan berdiskusi dengan TPID Sumbar merupakan bagian dari tugas pengawasan terhadap Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia difokuskan pada inflasi daerah pra dan pasca Idul Fitri 2022.

Ia senang mendapati besaran inflasi dan upaya-upaya yang dilakukan TPID Sumbar dalam menahan laju inflasi di Sumatera Barat. Kenaikan harga bahan pokok seperti daging sapi, ayam, bawang merah, cabe, minyak goreng, jengkol, telur dan lainnya perlu disikapi dengan mengupayakan pemenuhan ketersediaannya.

Baca Juga : 391 ex-NII Nyatakan Setia Kepada NKRI, Begini Respon Ansor Dharmasraya

Dalam kesempatan itu, Leonardy mengungkapkan, aspirasi-aspirasi dan kondisi di lapangan pada pertemuan-pertemuan dengan walinagari dan kepala desa di Sumatera Barat, mereka ada yang mengusahakan penggemukan sapi.

Jika usaha penggemukan sapi ini mendapat pembinaan dan pendampingan yang lebih baik, maka sapi-sapi itu nantinya bisa memenuhi permintaan daging menjelang Idul Fitri. Sehingga tidak terjadi kenaikan harga daging yang tinggi.

Baca Juga : Si Jago Merah Mengamuk, Lahan di Kota Pariaman Hangus Terbakar

“Pemerintah lewat dinas pertanian bisa saja mengupayakan bibit tanaman komoditas yang memicu inflasi seperti cabe, bawang merah bahkan jengkol yang hingga pasca lebaran ini harganya masih tetap tinggi. Dinas Peternakan mengupayakan bibit ternak yang jadi pemicu inflasi seperti bibit sapi. Bagikan bibitnya ke desa atau nagari di Sumatera Barat. Jika ini berkembang dengan baik maka bisa menahan laju inflasi,” ujar Ketua Badan Kehormatan DPD RI.

Leonardy pun menceritakan tentang pengalaman masa mudanya saat melewati Pesisir Selatan. Ada lima truk yang sedang memuat hasil pertanian. Komoditasnya jengkol yang akan dibawa ke Jakarta.

Baca Juga : Ansor Sumbar Apresiasi Permohonan Maaf DPRD Bukittinggi

“Itu kejadian tahun 1985. Sekarang penyuka jengkol itu bertambah banyak. Harganya yang Rp 45.000,- per kilogram itu bersamaan dengan kulitnya. Bahkan mungkin lebih berat kulit daripada jengkolnya. Namun harga jengkol tinggi. Kenapa tidak dibudidayakan secara massal di Sumbar jika jengkol pun telah jadi pemicu inflasi?” sergahnya.

Hanya saja, kata Leonardy lagi, masyarakat di nagari mengeluhkan tidak tampak lagi penyuluh pertanian turun ke sawah seperti dulu. Hal ini patut jadi perhatian kita bersama.

Baca Juga : Opini | KENISCAYAAN RE-ALOKASI KURSI DPRD

Begitu juga dengan penyuluh peternakan. Masyarakat atau badan usaha milik desa yang kini tengah melakukan penggemukan sapi harus tahu bahwa kemiringan lantai, kebersihan kendang sangat berpengaruh terhadap penggemukan sapi. Juga dibutuhkan pengetahuan tentang pakan ternak yang bagus dan harus bisa menghitung untung rugi melakukan penggemukan tersebut.

“Makanya keberadaan penyuluh ini perlu didorong untuk aktif kembali untuk membina dan mendampingi kelompok tani dan kelompok peternak yang ada di berbagai daerah di Sumbar. Dan semoga koordinasi dan kekompakan ini terus terjaga. Serta informasi dan kontribusi kita dalam diskusi terbatas ini bisa makin menurunkan inflasi di Sumbar,” harap pria yang akrab dipanggil Bang Leo ini. (*)

----