oleh: Syahrul Mubarak, Tuanku Bandaro Auliya, S.Pd, M.Hum
suaragerakan.com, Surah Al-Kausar merupakan surah terpendek dalam Al-Qur’an, tetapi sarat dengan makna dan nilai spiritual. Salah satu kunci pemahaman terhadap isi surah ini terletak pada kata “wanhar”, yang terdapat dalam ayat kedua. Kata ini sering dimaknai sebagai perintah untuk berkurban, tetapi para ulama klasik dan kontemporer memberikan berbagai tafsiran yang lebih luas dan simbolis.
Artikel ini menggunakan pendekatan tafsir tematik dan linguistik untuk menelusuri makna wanḥar berdasarkan sumber-sumber tafsir utama. Hasilnya menunjukkan bahwa wanhar tidak hanya merujuk pada penyembelihan hewan kurban, tetapi juga mengandung makna spiritual tentang penghambaan, ketundukan, dan bentuk pengorbanan total kepada Allah SWT.
Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam memiliki struktur bahasa yang kaya, padat, dan penuh dengan simbol serta makna mendalam. Surah Al-Kausar, meskipun hanya terdiri dari tiga ayat, mengandung makna teologis dan moral yang mendalam. Salah satu perintah yang penting dalam surah ini adalah:
“Fa salli li rabbika wanhar” (Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah)
Kata wanhar menjadi titik penting dalam memahami konteks spiritual dan ritual dari surah ini. Tujuan artikel ini adalah menelusuri makna wanhar melalui pendekatan linguistik dan tafsir, serta relevansinya dalam praktik ibadah dan kehidupan sehari-hari umat Islam.
Kajian Linguistik Kata “Wanhar”Secara etimologi, wanhar berasal dari kata dasar nahara–yanharu–nahr, yang berarti menyembelih, khususnya pada bagian atas leher hewan (biasanya unta). Bentuk perintah wanhar digunakan dalam struktur kalimat fi’il amr (kata kerja perintah).
Namun, dalam pemaknaannya, para ulama memperluas makna ini dalam konteks spiritual, yakni sebagai bentuk ibadah yang tidak terbatas pada kurban hewan, tetapi mencakup penyerahan diri secara total kepada Allah.
Pendekatan Tafsir terhadap “Wanhar”
1. Tafsir Klasik
Ibn Kathir menjelaskan bahwa wanhar adalah perintah untuk berkurban sebagai bentuk syukur atas nikmat al-Kausar (kelimpahan), khususnya pada hari Idul Adha.
At-Tabari menegaskan makna literalnya sebagai menyembelih kurban, tetapi membuka kemungkinan makna yang lebih luas.
Al-Razi menyebut bahwa wanḥar dapat berarti mengangkat tangan saat shalat (tata cara takbiratul ihram), atau menghadapkan dada sepenuh hati kepada kiblat.
2. Tafsir Kontemporer
Sayyid Qutb dalam Fi Zilal al-Qur’an mengartikan wanḥar sebagai bentuk totalitas ibadah dan pengorbanan, bukan hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga spiritual dan moral.
Al-Maraghi mengaitkan wanḥar dengan semangat pengabdian, pengorbanan waktu, pikiran, dan tenaga demi Allah SWT.
Makna Simbolik dan Relevansi Masa Kini
Dalam konteks kehidupan modern, wanḥar dapat dipahami sebagai ajakan untuk memberikan “kurban” dalam bentuk lain: waktu, tenaga, ilmu, dan perbuatan baik. Ini mencakup:
- Menjaga keikhlasan dalam ibadah.
- Menjadikan setiap tindakan sebagai bentuk penghambaan.
- Mengorbankan hawa nafsu dan ego untuk kemaslahatan.
Kesimpulan
Makna wanhar dalam Surah Al-Kausar mencerminkan kedalaman spiritual dan keberagaman penafsiran. Ia bukan sekadar perintah menyembelih hewan kurban, melainkan juga seruan untuk menghadirkan pengorbanan yang utuh dalam kehidupan manusia. Dengan memahami makna ini secara komprehensif, umat Islam dapat menghayati nilai-nilai ketauhidan, keikhlasan, dan ketundukan dalam setiap aspek kehidupan.
Daftar Pustaka
Al-Maraghi, A. M. (1946). Tafsir Al-Maraghi. Kairo: Al-Maktabah Al-Tijariyyah.
Al-Razi, F. (1999). Tafsir al-Kabir. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi.
Al-Tabari, M. J. (2001). Jāmiʿ al-Bayān fī Taʾwīl āy al-Qurʾān. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
Ibn Kathir, I. (2000). Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim. Riyadh: Dar As-Salam.Qutb, S. (2000). Fi Zilal al-Qur’an. Kairo: Dar al-Shuruq.