Oleh : Muhammad Ilham.S.H
Indonesia salah satu negara demokrasi terbesar di dunia yang akan menyelenggarakan pemilu pada 14 Februari 2024 mendatang. Pemilu adalah bentuk sarana kedaulatan rakyat, dan negara demokrasi adalah pemimpin yang lahir dari pilihan rakyat. Pemilu bukan hanya perihal coblos mencoblos ataupun pilih memilih, karena memilih bagian dari rasa, dan perihal rasa tidak semudah mendapatkan dari apa yang diberi, tapi dari apa yang di perbuat. Sekarang membentuk sebuah rasa itu seakan menjadi tantangan dan kewajiban bagi peserta pemilu, untuk dapat menikmati rasa yang diberikan untuk rakyatnya. Tentunya rakyat siap untuk menuai dari rasa yang didapat. Oleh karena itu, pemilu harus memberi dampak pada kualitas kehidupan rakyat yang esensinya persatuan dan kebangsaan, maka tak boleh ada tawar-menawar bahwa wakil rakyat yang lolos pemilu harus wakil rakyat yang mampu menyejahterakan rakyat. Dalam konteks di atas pemilu bukan hanya untuk memilih wakil rakyat yang legitimasi sesuai pilihan rakyat melainkan secara substansif membawa pesan moral agar rakyat yang telah memiliki hak pilih untuk memilih wakilnya yang mempunyai hati nurani terhadap penderitaan rakyat, sekaligus menjadi alat untuk mencapai tujuan yang bisa membangun kesejahteraan bangsa.
Kampanye sangat menentukan elektabilitas peserta pemilu sehingga berbagai cara yang dilakukannya untuk dapat menarik perhatian pemilih. Ambisi menang pemilu bagi peserta boleh dan sah-sah saja. Namun, jika itu dilakukan dengan menghalalkan segala cara, lewat politik uang misalnya, atau kampanye hitam bisa berdampak buruk bagi rakyat. Karena,kontestasi politik lewat pemilu sebagai sarana membangun konsolidasi politik agar kehidupan politik menjadi dewasa serta muaranya menuju kematangan demokrasi.Oleh karena itu dibutuhkan pemilih yang cerdas untuk dapat memfilter model kampanye yang dilakukan oleh peserta pemilu tersebut. Pemilih yang cerdas adalah mereka yang memiliki sejumlah karakteristik perilaku memilih pemimpin. Diantaranya, anti politik uang. Pemilih yang menggunakan hak pilihnya bukan berdasarkan imbalan materi secara pribadi maupun menerima suap sejumlah uang atau pun bentuk material lainnya yang diberikan oleh paslon tertentu. Namun pilihannya didasarkan atas hati nurani dan substansi dari gagasan yang dibangun serta program-program positif yang ditawarkan. Selanjutnya, tidak asal pilih. Pemilih menentukan calon pemimpin tidak sekedar menggunakan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara, melainkan bertanggung jawab memperhitungkan dengan matang pilihannya diyakini mampu membawa kemajuan dan kemaslahjatan bagi masyarakat. Terakhir, pemilih harus mampu menganalisa visi, misi dan platform yang diusung partai sebagai calon wakil rakyat. Sehingga hanya calon wakil rakyat yang memiliki visi, misi dan eksekusi yang logis dan membumi yang patut dipilih.
Marilah kita kembali pada prinsip dasar demokrasi, kembali pada nilai-nilai keadilan dan kejujuran serta etika politik untuk mempertahankan Indonesia dengan segala sifat baiknya. Salah satunya bertindak sebagai pemilih cerdas agar terhindar dari jebakan janji-janji politik yang berlebihan serta abai terhadap realita lapangan.