Opini | SuaraGerakan – Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk memilih pemimpin. Hal ini merupakan pengejewantahan dari UUD 1945 Pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang.
Pemilu menjadi penting karena bahagian dari proses demokratisasi di republik ini. Pemilu merupakan value added bagi indeks demokrasi. Hal ini berarti bahwa pemilu yang demokratis merupakan gambaran sejauh mana kualitas demokrasi di sebuah Negara.
Baca Juga : Opini | KENISCAYAAN RE-ALOKASI KURSI DPRD
Para ahli sering mengatakan konsep pemilu yang demokratis adalah predictable procedure, but unpredictable result, artinya terdapat kepastian hukum pada setiap prosedurnya dan hasil dari pemilu tersebut tidak dapat diprediksi.
Konsep ini dapat terpenuhi apabila pemilu dijalankan secara berkualitas dan berintegritas. Pemilu berkualitas dan berintegritas adalah pemilu yang dijalankan sesuai dengan kerangka hukum yang telah disepakati.
Pemilu berkualitas dan berintegritas juga dapat terwujud apabila pemilu dijalankan secara demokratis yang mensyaratkan dua hal yakni bebas dan adil atau free and fair election. Menurut Electoral Integrity Group, setidaknya ada 10 prinsip keadilan pemilu yang apabila dipenuhi maka pemilu dapat dikatakan berkuaitas.
Baca Juga : Opini | Refleksi 5 Tahun Wafatnya Syekh H. Ali Imran Hasan
Prinsip tersebut adalah integritasnya tinggi, melibatkan banyak warga, berdasarkan hukum yang berkepastian tinggi, imparsial dan adil, profesional dan independen, transparan, tepat waktu sesuai dengan rencana, tanpa kekerasan atau bebas dari ancaman dan kekerasant, teratur, peserta pemilu menerima kalah atau menang.
Pada konteks Indonesia, setidaknya ada enam ukuran pemilu yang demokratis yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Hal ini dapat dilihat pada konstitusi kita yakni pada pasal 22E ayat 1 Undang Undang Dasar 1945.
Selain itu, Undang Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 3 yang menjadi turunannya, memuat prinsip pemilu yang harus dipegang teguh oleh penyelenggara pemilu yaitu Mandiri, Jujur, Adil, Berkepastian hukum, Tertib, Terbuka, Proporsional, Profesional, Akuntabel, Efektif dan Efisien.
Baca Juga : Opini | IDEAL DAFTAR PEMILIH (yang) BERKELANJUTAN
Prinsip-prinsip di atas merupakan prasyarat yang harus ada bagi seorang penyelenggara pemilu sebelum mewujudkan pemilu yang berkualitas dan berintegritas. Penyelenggara Pemilu sebagaimana termaktub pada pasal 1 ayat 7 Undang-undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu terdiri atas KPU, Bawaslu, dan DKPP sebagai satu kesatuan fungsi Penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota DPRD secara langsung oleh rakyat.
Salah satu prinsip yang penting bagi penyelenggara pemilu adalah prinsip profesional. Menurut KBBI, profesional bersangkutan dengan profesi, atau memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya.
Dalam pemahaman lain, profesional sendiri mempunyai arti seorang yang terampil, andal, dan sangat bertanggung jawab dalam menjalankan tugas atau profesinya artinya seseorang yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik dan benar.
Baca Juga : Opini | HIKMAH PENATAAN DAPIL DPRD KAB/KOTA PADA PEMILU 2024
Indikasi seseorang layak dianggap profesional tentu harus memiliki perbedaan dari bidang pekerjaan yang lainnya. Secara sederhana profesional memiliki indikator sebagai berikut, memiliki kemampuan atau keterampilan dalam menggunakan peralatan yang berhubungan dengan bidang pekerjaan, memiliki ilmu dan pengalaman dalam menganalisis, bekerja di bawah disiplin kerja, mampu melakukan pendekatan disipliner, mampu bekerja sama dan cepat tanggap terhadap masalah (Sugihariadi dan Rahardjo, 2015).
International Institute for Democracy and Electoral Assistancemenyebutkan bahwa penyelenggara pemilu haruslah diisi figur-figur profesional yang memiliki pemahaman strategis dalam penguatan demokrasi. Penyelenggara pemilu juga diharuskan memiliki komitmen terhadap prinsip-prinsip pemilu dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik bagi semua stakeholder.
Baca Juga : Opini | Menimbang Kaum “Mancaliak Bulan”
Oleh karena itu, prinsip profesional menjadi sangat penting karena akan memberikan trust kepada partai politik, masyarakat, pemilih, donatur, media, dan para pemangku kepentingan lainnya bahwa para penyelenggara pemilu dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya secara efektif dan efisien.
Sebaliknya, ketiadaan profesionalisme akan menimbulkan kecurigaan bahkan kegaduhan bagi publik, sehingga menimbulkan syak wasangka bahwa sedang terjadi kesalahan atau bahkan aktivitas korupsi, yang berujung distrust.
Akibatnya, akan sangat mudah bagi pihak-pihak yang kalah di dalam pemilu untuk melakukan delegitimasi terhadap hasil pemilu dengan cara mendapatkan dukungan publik untuk menggugat proses atau hasil pemilu. Terlepas apakah gugatan tersebut memiliki dasar yang kuat atau tidak. Oleh karena itu prinsip profesional merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh penyelenggara pemilu.
Baca Juga : Opini | Kembalikan Surau Kami
Salah satu dari beberapa indikator yang dapat mengganggu syarat penyelenggara pemilu yang profesional dapat dilihat dari data pelanggaran kode etik yang ditangani oleh DKPP RI.
Menurut DKPP RI, pada kurun waktu 2018 s/d 2021 terdapat sejumlah putusan DKPP RI, yakni : tahun 2018 sebanyak 231 putusan, tahun 2019 sebanyak 444 putusan, Tahun 2020 sebanyak 291 putusan, tahun 2021 sebanyak 356 putusan, dengan berbagai kategori pelanggaran. Tiga prinsip yang paling banyak dilanggar adalah prinsip profesional (162 kasus), berkepastian hukum (75 kasus), dan mandiri (20 kasus).
Pasca dilantiknya Komisioner KPU dan Bawaslu RI yang baru, salah satu tugas mereka adalah memilih penyelenggara di jajaran Provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk menunjang kerja-kerja tahapan pemilu. yang terdekat adalah Reakruitmen Bawaslu Provinsi. Pada bulan September dan Oktober 2022 mendatang jajaran Bawaslu tingkat Provinsi akan mengakhiri masa jabatannya.
Baca Juga : Opini | Harlah Ke-62 Tahun : Resiliensi Warga PMII
Berdasarkan amanat Undang-Undang No 7 tahun 2017 tentang Pemilu pasal 124 ayat 6 disebutkan pembentukan tim seleksi ditetapkan paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya keanggotaan Bawaslu Provinsi.
Saat ini tahapan rekrutmen Bawaslu provinsi telah sampai pada penunjukan tim seleksi. Berdasarkan surat Bawaslu RI Nomor 0010/HK.01.01/SJ/05/2022 telah diumumkan sejumlah 125 orang tim seleksi yang tersebar di 25 provinsi di Indonesia. Tim seleksi ini nantinya yang akan bertugas menyeleksi calon anggota Bawaslu Provinsi periode 2022-2027.
Tentu kita berharap bahwa proses seleksi yang akan dilakukan oleh tim seleksi dapat melahirkan pengawas pemilu yang profesional. Pengawas pemilu sebagai bahagian dari penyelenggara pemilu memiliki peran vital dalam mewujudkan pemilu yang berintegritas. Salah satu prasyarat pemilu berintegritas adalah terjaganya kepercayaan publik pada setiap tahapan pemilu.
Baca Juga : Opini | 62 Tahun PMII : “Bumikan Wajah Asli Islam Indonesia”
Agar kepercayaan publik terjaga, tentu harus dipastikan tahapan pemilu berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu kehadiran pengawas pemilu sangat diperlukan untuk memastikan apakah pemilu dapat terselenggara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jamak diketahui bahwa Pengawas Pemilu memiliki kewajiban untuk dapat mewujudkan Pemilu secara demokratis melalui proses yang berkualitas dan berintegritas. Pemilu yang bebas dari praktik-praktik yang justru akan mencederai hasil Pemilu. Selain itu, kedepan tantangan pemilu serentak pada tahun 2024 sangatlah kompleks dan mahal, maka rekrutmen pengawas pemilu yang profesional adalah keharusan.
Apalagi, Pemilu merupakan sarana legitimasi kekuasaan secara konstitusional atau arena konflik yang dilegitimasi oleh Undang-undang. Maka, harus dipastikan penyelenggara pemilunya dalam hal ini pengawas pemilu dapat berlaku adil dan mematuhi aturan perundang-undangan.
Untuk mewujudkan kerja-kerja yang berkeadilan dan berkekuatan hukum perlu prinsip profesional. Sekali lagi, pengawas pemilu yang profesional hanya akan lahir dari proses yang profesional juga, bukan!.
Artikel Opini ini ditulis oleh : Hardiansyah Padli, Kader Muda Nahdlatul Ulama Sumatera Barat, Opini ini telah diterbitkan di kolom Opini Koran Harian Singgalang pada Rabu tanggal 1 Juni 2022.