PESANTREN DAN TAREKAT : Pesantren Butuh Tarekat, dan Tarekat Butuh Pesantren

Syekh Ali Imran Hasan, Pendiri PP Nurul Yaqin Ringan-ringan Pakandangan Padang Pariaman

Saat ini, Pesantren dan Tarekat sudah mulai dipahami sebagai sesuatu yang tidak lagi bertaut-kelindan terhadap ajaran agama Islam”. Untuk itu, perlu di ketahui dan di jelaskan bahwa peran antara Pesantren dan Tarekat sangat berhubungan erat dan saling mengisi satu sama lainnya.

Seperti yang penulis kutip dari WIKIPEDIA, Pesantren (atau pesantrian) adalah sebuah lembaga pendidikan Islam tradisional yang para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan Buya atau kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri.

Untuk itu, Santri/santriwati berada dalam kompleks yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya. Kompleks ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pesantren juga dapat dipahami sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama. Umumnya dengan cara nonklasikal, di mana seorang Buya/kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulama Abad pertengahan, dan para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut. (Sumber; Wikipedia).

foto murid tarikat yang sedang menyalami Syekh Kerajaan Nan Saliah

Sedangkan Ilmu Tarekat adalah bagian dari keutuhan ilmu-ilmu keislaman yang cukup kompleks dan rumit untuk dipahami dan dipelajari. Ilmu tarekat juga mengharuskan pengetahuan tentang ilmu-ilmu akidah dan syariat yang hanya diketahui oleh para pelajar-pelajar Pesantren.

Ketika Tarekat dipegang oleh kalangan awam, tak jarang juga Tarekat justru mengantarkannya kepada lembah kesalah-pahaman, atau bahkan zindiq.

Sedangkan bagi Pesantren, mempelajari Tarekat akan membantu para santrinya untuk lebih ramah dalam memahami agama Islam, lebih beradab kepada guru dan senior, serta lebih mampu menyeimbangkan antara zikir dan fikir. “Pesantren butuh tarekat, dan tarekat butuh Pesantren” ringkas Muhamad Rais.

foto Bai;atul Kurba, salah satu kegiatan tarikat, terlihat Syekh Kerajaan Nan Saliah sedang memimpin bai’at

Namun, saat ini antara Pesantren dan Tarekat sudah mulai dipahami sebagai sesuatu yang tidak lagi bertaut-kelindan. Bagi manusia-manusia beragama zaman sekarang, Tarekat seringkali didefinisikan sebagai ajaran yang hanya diajarkan di surau-surau daerah pedalaman, dan hanya diikuti oleh mereka-mereka yang berusia senja.

Sementara itu, Pesantren saat ini seringkali dimaknai sebagai sebuah Lembaga Pendidikan Islam modern yang mengajarkan kajian-kajian keislaman kontemporer kepada pelajar-pelajar usia sekolah nan modern dan tercerahkan. Alhasil, jurang pemisah antara keduanya semakin curam dan lebar.

Memang, di Minang Tarekat juga sering dibahasa-lainkan dengan “Kaji Tuo”, atau kaji tua. Tapi bukan berarti audiensnya juga orang-orang tua. Kawula muda nan beragama juga sudah seharusnya mempelajari tarekat, jika tidak, Tarekat akan semakin terpinggirkan dari tanah Minang ini.

Oleh karena itu, ketika Pesantren-pesantren hari ini masih mendapuk diri sebagai jelmaan resmi dari Surau Minang tempo dulu, sudah selayaknya Pesantren itu bertarekat.

Memisahkannya, sama saja membantu salah satunya untuk pudar dan ambyar. Sedangkan menyatukannya, justru akan menjadikan keduanya simbiosis mutualisme.

Lanjutnya, Bai’at Tarekat dalam arti sejarah atau bahkan dalam arti kata yang sudah dibekukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang berarti; sebuah upacara pernyataan janji untuk selalu setia kepada suatu ajaran tertentu. Dalam hal ini, tentunya di anut oleh ajaran agama Islam. Lazimnya, bai’at dilaksanakan oleh pengikut ajaran-ajaran ordo tasawuf atau yang lebih akrab disebut dengan “Tarekat”.

Di sisi lain, Bai’at Tarekat juga bertujuan untuk menyambungkan pertalian antara guru dan murid dalam setiap gerak-gerik bertarekat. Seorang murid dinyatakan sah bertarekat ketika sudah melaksanakan bai’at di bawah bimbingan gurunya.

Baru-baru ini, Keluarga besar Pondok Pesantren Nurul Yaqin Ringan-ringan melaksanakan sebuah prosesi sakral yang disebut “Bi’aik Gadang”, pada Selasa 22 (3/22) yang bertempat di Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Yaqin Ringan-ringan Nagari Parit Malintang Kecamatan Enam Lingkung Kabupaten Padang Pariaman. Prosesi itu disebut Bai’atul Kubro Tarekat Syattariyah.

“Adapun ajaran tarekat yang dibai’atkan di Ponpes Nurul Yaqin adalah tarekat Syattariyah. Hal ini dikarenakan, beliau (Buya Ali Imran) adalah salah satu mursyid tarekat Syattariyah yang ada di Minangkabau.” papar syekh Muhammad Rais.

Untuk jelasnya, Bai’atul Kubro dalam bahasa Minang Kabau biasa di sebut “Bi’aik Gadang”. Kegiatan itu merupakan agenda rutin tahunan yang sudah dilaksanakan atau sudah menjadi tradisi sejak Alm. Syekh H. Ali Imran Hasan.

foto jemaah tarikat di PP Nurul Yaqin Ringan-ringan Pakandangan Padang Pariaman

Kemudian sesuai sejarah turun-temurun, Syekh H. Ali Imran Hasan adalah seseorang pendiri Pondok Pesantren Nurul Yaqin pada tahun 1960 Masehi. Sejak mulai didirikannya pesantren tersebut, hingga sampai saat masih tampak berdiri megah dan memiliki santri/santriwati yang sudah begitu banyak dan boleh dikatakan hampir tidak terhitung lagi jumlahnya.

Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Yaqin Ringan-ringan, Syekh Muhamad Rais Tuanku Labai Nan Basa, menyebut bahwa kegiatan Bai’atul Kubro merupakan agenda rutin tahunan yang sudah dilakukan sejak tahun 1960 atau semenjak Pesantren Nurul Yaqin didirikan oleh Syekh H. Ali Imran Hasan.

“Kegiatan ini sudah dilaksanakan semenjak awal berdirinya Ponpes Nurul Yaqin” ungkap Muhamad Rais.

Selain sebagai pendiri Ponpes Nurul Yaqin, beliau juga merupakan salah satu mursyid Bai’atul Kubro tarekat Syattariyah yang cukup disegani di Minangkabau. Hari ini, kegiatan bai’at diteruskan oleh khalifah beliau, Syekh Zulhamdi Tuangku Kerajaan nan Saliah.

Selain sebagai khalifah, Syekh Zulhamdi, juga mengemban amanah sebagai pengasuh atau Syaikhul Ma’had.

“Pesantren itu tempatnya orang-orang hebat yang mampu menyerap multi disiplin ilmu. Insan Pesantren akan merugi jika hanya fokus pada satu cabang ilmu saja, misalnya tahfiz saja, atau kitab kuning saja, atau ilmu-ilmu umum, atau sepak bola saja, atau pramuka saja, atau pertukangan saja”. Ungkap Syekh Muhamad Rais Tuanku Labai Nan Basa.

Sementara itu, salah seorang alumni Pondok Pesantren Nurul Yaqin, Ory Sativa Syakban, Tk. Sutan Imam Basa mengungkap bahwa mereka merasa beruntung mendapatkan ilmu-ilmu Tarekat dari Ponpes Nurul Yaqin.

“kami mendapati tarekat sebagai bagian dari ilmu yang harus kami pelajari, di samping kitab-kitab kuning karya ulama klasik, dan ilmu-ilmu umum” ungkap Ory. (Shafwatul Bary).

----