Opini, suaragerakan.com, Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) adalah proses pemilihan langsung oleh masyarakat untuk memilih kepala daerah, seperti Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota atau wakil Wali kota. Di Indonesia, pilkada dilakukan untuk memilih pemimpin di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Pilkada merupakan bentuk demokrasi langsung di mana masyarakat memiliki kesempatan untuk menentukan pemimpin daerah mereka sesuai dengan aspirasi dan harapan terhadap kemajuan daerah.
Undang-Undang yang mengatur pelaksanaan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 mengenai Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang.
Undang-undang ini mengatur berbagai aspek terkait pelaksanaan Pilkada, seperti:
- Mekanisme Pemilihan Kepala Daerah: Termasuk proses pendaftaran calon, masa kampanye, pemungutan suara, dan penetapan pemenang.
- Persyaratan Calon Kepala Daerah: Mengatur kriteria yang harus dipenuhi oleh calon kepala daerah, baik dari segi usia, pendidikan, maupun rekam jejak.
- Kewenangan Penyelenggara Pemilu: Menyebutkan tugas dan wewenang Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan lembaga lain yang terkait dalam mengawasi jalannya Pilkada.
- Tata Cara Pengawasan dan Penyelesaian Sengketa: Termasuk mekanisme penanganan sengketa hasil Pilkada dan pengaduan atas pelanggaran yang terjadi selama proses pemilihan.
- Pendanaan: Sumber dan alokasi anggaran Pilkada yang bersumber dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
Undang-Undang ini bertujuan untuk memastikan pelaksanaan Pilkada yang demokratis, transparan, jujur, dan adil, sehingga masyarakat dapat memilih pemimpin daerah yang mampu menjalankan tugasnya dengan baik.
Tujuan utama pilkada adalah memastikan bahwa pemimpin daerah dipilih secara langsung dan sah oleh masyarakat untuk memajukan daerah serta meningkatkan kesejahteraan warganya.
Sementara bentuk Implementasi dari bela negara dalam konteks pilkada dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu:
- Partisipasi dalam Pilkada: Menggunakan hak suara dalam pilkada merupakan salah satu bentuk bela negara. Dengan memilih pemimpin yang tepat, masyarakat ikut menentukan arah pembangunan dan kesejahteraan daerah. Keikutsertaan aktif dalam pilkada merupakan perwujudan rasa cinta tanah air dan kesadaran berbangsa dan bernegara.
- Menjaga Ketertiban dan Keamanan: Masyarakat diharapkan dapat menjaga ketertiban dan keamanan saat proses pilkada berlangsung. Hal ini termasuk menghormati pilihan orang lain, tidak melakukan provokasi atau tindakan yang dapat memicu konflik, serta ikut melaporkan jika ada indikasi pelanggaran pemilu. Sikap ini merupakan bentuk nyata dari bela negara karena menjaga stabilitas sosial.
- Menghindari Penyebaran Hoaks: Pilkada sering kali diwarnai oleh penyebaran informasi yang salah atau hoaks. Menyaring informasi, tidak ikut menyebarkan berita bohong, serta mendukung proses pemilu yang bersih dan jujur adalah bagian dari kontribusi bela negara di bidang informasi dan komunikasi.
- Ikut Mengawasi Proses Pilkada: Masyarakat juga dapat berpartisipasi aktif dalam pengawasan jalannya pilkada. Dengan menjadi saksi atau ikut serta dalam organisasi pengawas pemilu, masyarakat membantu menegakkan keadilan dan transparansi dalam pemilu. Tindakan ini menunjukkan kepedulian terhadap keberlangsungan demokrasi yang sehat.
- Menolak Politik Uang: Politik uang sering terjadi dalam pilkada. Menolak iming-iming atau praktik politik uang adalah bentuk lain dari bela negara. Hal ini menunjukkan komitmen untuk memilih pemimpin yang memang berkualitas, bukan berdasarkan uang atau kepentingan pribadi.
Secara keseluruhan, implementasi bela negara dalam pilkada terwujud melalui partisipasi aktif, sikap bertanggung jawab, dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi dan keadilan yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.