Lompat ke konten

Saat Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Disebut Beban Negara

  • oleh

Opini, suaragerakan.com, Guru disebut beban negara. Pernyataan ini bukan sekadar keliru secara logika fiskal, tetapi juga berbahaya secara psikologis. Bagaimana mungkin sumber daya manusia yang melahirkan dokter, insinyur, bahkan pejabat negara dipandang sekadar pos pengeluaran APBN?

Sedang Viral terkait pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebut guru sebagai beban negara menimbulkan kehebohan sekaligus luka bagi dunia pendidikan. Bagaimana mungkin profesi yang selama ini dijuluki pahlawan tanpa tanda jasa justru dipandang sebagai masalah fiskal? Jika hal ini benar tentu narasi semacam ini bukan hanya menyakitkan, tetapi juga berbahaya bagi masa depan bangsa.

Paradigma Keliru

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, pemerintah mengalokasikan sekitar Rp 708 triliun untuk pendidikan, setara 20 persen dari APBN sebagaimana amanat konstitusi. Sebagian besar anggaran itu memang terserap untuk gaji dan tunjangan guru.

Namun, menyebut pengeluaran ini sebagai beban jelas keliru. Belanja pendidikan seharusnya dipandang sebagai investasi sumber daya manusia. Ekonom pendidikan Hanushek & Woessmann (World Bank, 2020) menegaskan, “Tidak ada investasi yang memberikan tingkat pengembalian sebesar investasi pada pendidikan dasar yang berkualitas.” Artinya, guru bukanlah beban, melainkan mesin penggerak produktivitas bangsa.Negara-negara maju sudah membuktikan hal ini. Finlandia memberi gaji rata-rata guru sekolah dasar sekitar €3.000 per bulan (Rp 53 juta). Di Korea Selatan, guru berpengalaman lebih dari 15 tahun bisa memperoleh setara Rp 70 juta per bulan. Bandingkan dengan Indonesia, di mana banyak guru honorer hanya menerima Rp 500 ribu–Rp 1 juta per bulan.

Realitas Guru IndonesiaKondisi guru di tanah air masih jauh dari kata sejahtera. Ketua PB PGRI, Prof. Unifah Rosyidi, mengingatkan: “Bukan jumlah guru yang membebani negara, tetapi ketidakseriusan pemerintah menata tata kelola pendidikan yang membuat anggaran tidak efektif.”Ironisnya, meski berada dalam keterbatasan, para guru tetap setia mendidik. Mereka menjadi ujung tombak lahirnya generasi berprestasi. Tanpa guru, tidak akan ada dokter, ekonom, insinyur, bahkan pejabat yang hari ini duduk di kursi kekuasaan. Menstigma guru sebagai beban sama saja dengan menafikan jasa mereka dalam membangun bangsa.

Dampak Psikologis

Ucapan seperti ini juga berdampak psikologis serius. Guru yang merasa dihargai akan mengajar dengan semangat, sedangkan guru yang dipandang sebelah mata cenderung kehilangan motivasi. Padahal, kualitas pendidikan tidak hanya ditentukan oleh kurikulum dan fasilitas, melainkan juga oleh dedikasi guru.

Mantan Menteri Pendidikan Anies Baswedan pernah berkata: “Bangsa ini tidak akan pernah melampaui kualitas gurunya. Jika guru dipandang rendah, maka bangsa pun akan rendah.” Kutipan ini relevan sebagai pengingat: menghormati guru adalah syarat mutlak kemajuan bangsa.

Mengubah Narasi

Pemerintah seharusnya berhati-hati dalam memilih diksi. Alih-alih menyebut guru sebagai beban, lebih tepat menegaskan bahwa guru adalah aset strategis bangsa. Yang perlu dilakukan bukan menyalahkan jumlah guru, melainkan memastikan anggaran pendidikan dikelola dengan efektif, transparan, dan tepat sasaran.

Apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara OECD, rata-rata anggaran pendidikan mereka berkisar 4–6 persen dari PDB. Indonesia sudah mengalokasikan sekitar 3,5 persen PDB, tetapi hasilnya belum maksimal. Masalahnya jelas bukan pada guru, melainkan pada tata kelola anggaran yang kerap bocor.

Penutup

Guru bukanlah beban negara. Mereka adalah tiang penyangga bangsa. Menyebut mereka beban sama saja dengan meruntuhkan fondasi peradaban.

Sudah saatnya negara mengubah paradigma: dari melihat guru sebagai pos pengeluaran, menjadi menempatkan mereka sebagai investasi paling berharga untuk mewujudkan Indonesia emas 2045. Guru adalah cahaya peradaban. Tanpa mereka, bangsa ini hanya akan berjalan dalam kegelapan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version